Rabu, 25 November 2015

Suami akan bertanggung jawab atas anak dan istrinya di hadapan ALLAH SWT

setiap suami akan di mintai pertanggung jawabannya di hadapan allah swt, bukan hanya kewajiban memberikan nafkah dunia saja, tetapi suami juga wajib memberikan hak istri dan anak nya dalam hal Ilmu agama.

berikut ini sepenggalan ceramah dari al ust. Ahmad hasni dalam acara Aqiqah.


semoga semua para suami dapat diberikan kesabaran dalam mendidik dan memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.


Semoga bermanfaat

Manaqib Imam Asy-Syafi'i

Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i 

atau yang biasa dikenal dengan sebutan Imam Asy-Syafi'i adalah seorang mufti besar yang tergolong kerabat dari Rosululloh Saw, Beliau termasuk dalam Bani Muththolib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek dari Rosululloh Saw.

Sejarah Kelahiran

Pada saat Idris bin Abbas bersama istrinya Fatimah Al-Azdiyyah dalam sebuah perjalanan menuju Gaza, Palestina. saat itu umat Islam sedang berperang membela negeri Islam di kota Asqalan.

Pada saat itu Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung, Idris bin Abbas gembira dengan hal ini, lalu ia berkata, "Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan ku namakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi'i bin Asy-Syaib."

lalu setelah sampai di kota Gaza, tahun 150 H lahir lah seorang bayi laki-laki yang di harapkan oleh idris bin abbas.

bayi laki-laki itu kemudian di beri nama Muhammad dan di panggil dengan sebutan Asy-Syafi'i.

"Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i "

Nasab Imam Asy-Syafi'i

Nasab Imam As-Syafi'i dari ayah beliau yang tinggal di tanah Hijaz merupakan keturunan dari Al-Muththalib. jadi nasab beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasululloh Saw di Abdul Manaf.
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.



Perjalanan Imam Asy-Syafi'i dalam menuntut ilmu 

Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, ibu beliau membawanya ke Mekkah, tanah air nenek moyang. beliau Imam Asy-Syafi'i tumbuh besar di Tanah mekkah dalam keadaan yatim. Sejak kecil beliau cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris” 

Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti yang bernama Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun. 
Dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, imam syafi'i mulai senang mempelajari fiqih.Beliau belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar,juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. 

Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu,Imam Malik.Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

Imam Syafi'i menghafal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`i sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” 

belaiu juga menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” 

beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga dia menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” 

beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”

Dari berbagai pernyataan dia di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling dia kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di samping itu, imam asy-syafi'i juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. 

beliau banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya. Tetapi sayang, guru dia yang disebutkan terakhir ini adalah pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai kelemahan fatal lainnya. Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam Syafi`ie, khususnya di akhir hayat dia, dia tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.

Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh dia ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, dia melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini dia banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga dia mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi. 


Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.


Di Mesir Imam Syafi'i bertemu dengan murid Imam Malik yakni Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (qaul qadim). Kemudian beliau pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (qaul jadid). Di sana dia wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

Kitab Yang Di Tulis Oleh Imam Asy-Syafi'i 

Ar-Risalah

Salah satu karangannya imam asy-syafi'i adalah “Ar risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. 
Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. beliau mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. 
"Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i,”Dia adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah,” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i,”
"Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah,”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya),adalah kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, taqwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap,”
Akhir Kisah Hidup Imam Asy-Syafi'i

Imam Syafi'i wafat pada malam Jum'at tahun 204 Hijriyyah atau tahun 809 M pada usia 52 tahun. Tidak lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan dan duka melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin membawa jenazah diatas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa mereka. Tidak ada perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan ridha untuk yang telah pergi.
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam sesuai dengan wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?", "Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir memerintahkan untuk melunasi hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir memandikan jasad sang Imam.
Jenazah Imam Syafi'i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath dan pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi'i, sungguh ia benar-benar berwudhu dengan baik."
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-Syafi'i sampai hari ini, dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi'i. Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40 malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya peziarah.



Begitu mulia imam Asy-Syafi'i, semasa hidupnya berprilaku baik dan bisa menjadi Imam besar dalam dunia islam. semoga AllAH SWT selalu memberikan Rahmat dan Nikmatnya kepada beliau, dan memasukan beliau kedalam Surga. amiin

alfaqir minta maaf kalo ada kesalahan dalam tulisan, dan jika ada perlu revisi, tolong beri komentar.

di kutip dari berbagai sumber tentang imam asy-syafi'i.

Semoga bermanfaat.